Jumat, 25 Desember 2009

Kimia Dasar

I. PEMBUATAN LARUTAN DAN STANDARISASINYA

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Larutan pada dasarnya adalah campuran homogen yang dapat berupa gas, cair maupun padat. Larutan terdiri dari dua komponen penting yaitu pelarut (Solvent) yang mempunyai proporsi lebih kecil dan terlarut (solut). Konsentrasi larutan adalah jumlah solut yang ada dalam sebuah larutan/pelarut. Konsentrasi dapat dinyatakan dengan beberapa cara antara lain molaritas (jumlah mol solut dalam 1 liter larutan), dan molalitas (jumlah mol solut per 1000 gram pelarut), serta normalitas (jumlah gr ekuivalen solut dalam 1 liter larutan) dan sebagainya.

Dalam pembuatan larutan dengan kosentrasi tertentu sering dihasilkan konsentrasi yang tidak sesuai dengan yang diinginkan. Maka perlu adanya standarisasi untuk mengetahui konsentrasi yang sebenarnya dari larutan yang dihasilkan larutan standar selanjutnya bisa digunakan dalam proses analisis kimia dengan metode titrasi asam basa. Prinsip prosedur ini adalah untuk menentukan jumlah asam, maka ditambahkan asam dalam jumlah yang ekuivalen yaitu titik dimana penambahan sedikit titran akan menyebabkan perubahan PH yang sangat besar. Titik tritasi ditandai dengan adanya perubahan warna indikator PH. Indikator adalah melekul pewarna yang warnanya tergantung pada konsentrasi H2O. Indikator merupakan asam lemah atau basa lemah yang konjungsinya menjadi asam basa menyebabkan perubahan warna. Pada percobaan kali ini digunakan indikator Mo yang mempunyai interval PH 2,1 – 4,4 dengan perubahan warna (asam-basa) yaitu orange-kuning.

2. Tujuan Penelitian

Dari praktikum ini dapat mengetahui tujuannya antara lain :

a. Membuat larutan 0,1 HCl

b. Standarisasi Hcl dengan Bonax

c. Penentuan kadar Na2CO3 dengan HCl

3. Waktu dan Tempat

Praktikum acara I ini dilaksanakan pada hari senin, 2 Oktober 2006 pukul 15.00-17.00 WIB, bertempat di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

B. Tinjuan Pustaka

Larutan pada dasarnya adalah campuran homogen yang berupa gas, zat cair, dan zat padat. Salah satu komponen yang menentukan keadan larutan seperti gas, zat cair, maupun zat padat adlah pelarut (solvent) sedangkan komponen yang kecil adalah zat terlarut (solute). Contoh NaCl, maksudnya air seperti pelarut dan Natrium Klorida sebagai zat terlarut (Petruci, 1992).

Larutan adalah campuran antara zat terlarut dengan pelarut atau disebut juga larutan homogen. Bila diasumsikan sedikit gula dalam air mka gula akan pisah menjadi melekul-melekul sehingga diperoleh campuran antara gula dan air yaitu larutan gula-gula merupakan zat tertarik (solut) dan air merupakan pelarut (solvent). Larutan dalam air ini disebut Aguades solution. Perbedaan antara pelarut dan zat terlarut sebenarnya relatif. Suatu saat zat tersebut dapat menjadi solut dan pada saat yang lain mereka banyak sebagai pelarut dan zat yang sedikit sebagai zat terlarut (Sukarja, 1985).

Air sebagai pelarut. Sifat-sifat kimia air yang penting adalah sifat-sifat yang berkenana dengan kemampuan melarutkan lebih banyak zat-zat dari pada cairan apapun. Hal ini dapat disebabkan kemampuan pelarutannya mempunyai dua tipe : pertama, berdasarkan pada sifat terpolarisasinya molekul air dan kedua, karena ikatan hidrogen (Anonim, 2006).

Larutan merupakan fase yang homogen yang mengandung lebih dari satu komponen. Tiap-tiap bagian dari larutan mempunyai komposisi maupun sifat-sifat yang sama. Bila sistem hanya terdiri dari dua zat maka disebut larutan biner. Zat yang jumlahnya lebih besar disebut zat pelarut (solvent), sedangkan yang jumlahnya lebih kecil disebut (solute) zat terlarut (Anonim, 2005).

Dalam memilih suatu larutan harus memperhatikan faktor-faktor tertentu. Misalnya suatu pelarut agar dapat dikembangkan harus mempunyai sifat yang memungkinkan untuk diteliti dan menunjukkan watak yang sifatnya unik atau langka untuk membenarkan pemakaiannya. Bila diperlukan suhu atau tekanan ekstern untuk memperoleh fase tertentu dan bila ditemukan berbagai bahaya akan menimbulkan pertanyaan, apakah sifat pelarut yang demikian itu masih memungkinkan untuk dilanjutkannya penelitian tentang pelarut itu (Cludeday, 1987).

Suatu reaksi dijadikan atau dijalankan dengan titrasi yaitu larutan ditambahkan dari biuret sedikit sampai jumlah zat-zat yang direaksikan tepat menjadi ekuivalen satu sama lainnya. Pada saat titrasi harus di hentikan, saat ini dinamakan titik akhir titrasi. Dengan demikian, volume atau berat titran dapat diukur dengan teliti dan bila dari konsentrasi titran juga diketahui maka jumlah mol titran dapat dihitung (Harjadi, 1990).

Komposisi campuran sering dinyatakan sebagi molaritas (m), sebagai pengganti fraksi mol, oleh karena itu, baik sekali untuk memperkenalkan definisi lain dari aktivitas kita perhatikan bahwa dalam larutan encer jumlah pelarut (nb,na) sehingga untuk pendekatan yang baik xb = nB/nA, karena nB sebanding dengan molaritas nB (Atkins, 1994)

Sedemikian kecilnya suatu atom, sehingga diperlukan neraca khusus untuk menimbangnya dan diberi satuan yang dikenal dengan satuan massa atom. Atom hidrogen sebagai atom ringan ditetapkan mempunyai massa 1, sedangkan unsur-unsur lainnya akan memiliki massa yang harganya merupakan kelipatan dari satu atom hidrogen. Untuk mendapatkan angka perbandingan yang bulat diambil 1/12 dari massa C12 (Prabowo, 1995).

C. Alat, Bahan dan Cara Kerja

1. Alat

a. Gelas ukur

b. Labu takar

c. Pipet

d. Erlenmeyer

e. Biuret

f. Statif

g. Corong

h. Gelas Piala

2. Bahan

a. HCl 0,1 N

b. Borax (Na2B4O7 10H2O)

c. Soda kue (Na2CO3)

d. Indikator methil orange (MO)

e. Aquades

3. Cara Kerja

1. Pembuatan Larutan HCl 0,1 N

Larutan HCl dibuat dari larutan Hcl pekat dan volume yang dibutuhkan adalah : X =

Dimana :

V = Volume HCl 0,1 N yang diinginkan

K = BJ HCl

L = Kadar HCl pekat (%)

a. Mengambil x ml HCl pekat lalu dimasukkan dalam labu takar 100 ml.

b. Menambahkan Aquades sampai tanda garis

c. Mengaduknya hingga homogen

d. Memindahkannya ke Erlenmeyer

2. Standarisasi 0,1 HCl dengan Borax (Na2B4O7 10H2O)

a. Mengambil 0,4 gr borax murni

b. Memasukkanya ke dalam erlenmeyer dan melarutkannya dengan 50 ml Aquades dan ditambah 3 tetes indikator Mo.

c. Di titrasi dengan HCl sampai terjadi perubahan warna

d. Menghitung N HCl

3. Penentuan kadar Na2CO3

a. Menimbang Na2CO3 sebanyak 0,75 gr dan memasukkan dalam labu akar 50 ml beri air sampai tanda.

b. Mengambil 10 ml larutan Na2CO3, kemudian memasukkan dalam Erlenmeyer lalu tambahkan ditetesi 2-3 tetes indikator Mo.

c. Menitrasi dengan 0,1 N HCl hasil pembuatan larutan HCl 0,1 N

Mencari kadar Na2CO3

D. Hasil dan Analisis Hasil Pengamatan

1. Hasil Pengamatan

Tabel 1.1 Pembuatan Larutan 0,1 NHCl

V HCl (ml)

BJ NCl (Gr/ml)

Madar HCl (%)

x ml HCl

100

1,19

37

0,83

Sumber : Laporan Sementara

Tabel 1.2 Standarisasi 0,1 N HCl dengan Borax

V HCl (ml)

Warna Awal

Warna Proses

Warna Akhir

24

Bening

Kuning

Merah Muda

Sumber : Laporan Sementara

Tabel 1.3 Penentuan Kadar Na2CO3

V HCl (ml)

Na2CO3 (%)

Warna Awal

Warna Proses

Warna Akhir

37ml

20,92%

Bening

Kuning

Merah muda

Sumber : Laporan Sementara

2. Analisa Hasil Pengamatan

a. Pembuatan Larutan HCl 0,1 N

X =

=

= 0,83 ml

b. Standarisasi 0,1 Dan HCl dengan Borax

N =

=

= 0,087 N

c. Pembentukan Kadar Na2CO3

Kadar NaCO=

=

= 45,49%

E. Pembahasan dan Kesimpulan

1. Pembahasan

Melalui pratikum ini, kita dapat mengetahui pembuatan larutan. Dan larutan adalah merupakan campuran homogen yang dapat berupa gas, cair, maupun padat. Dalam pratikum ini kita melakukan tiga percobaan yang berbeda dan kesemuanya saling terkait.

Pada percobaan pertama yaitu pembuatan 0,1 NHCl yang harus ditentukan terlebih dahulu adalah menentukan besarnya volume HCl yang diperlukan dengan cara membagi BM HCl dan volume HCl yang diperlukan dengan berat jenis HCl dan kadar HCl pekat yang dikalikan 10. Untuk menentukan jumlah volume HCl pekat yang dibutuhkan maka kita dapat melakukan perhitungannya dengan menggunakan rumus:

X =

Dimana :

V = Volume HCl 0,1 N yang diinginkan

K = BJ HCl

L = Kadar HCl pekat (%)

Dengan menggunakan rumus diatas, maka didapat nilai X = 0,83 ml.

Pada percobaan kedua yaitu standarisasi HCl dengan borax murni. Langkah pertama mengambil 0,4 borax dimasukkan ke dalam erlemeyer baru ditambahkan aquades sampai tanda / garis batas 50 ml. Dihasilkan warna mula-mula bening atau jernih, tetapi setelah diberi indikator methyl orange warna berubah menjadi kuning dan setelah dititrasi warnanya berubah menjadi merah muda. Dalam titrasi tersebut dibutuhkan volume HCl sebesar 50 ml. Volume HCl ini digunakan untuk menghitung NHCl. Dari hasil perhitungan diperoleh NHCl sebesar 0,04. Hasilnya tidak bulat 0,1 N karena adanya kesalahan dalam praktikum yaitu Aquades yang ditambahkan tidak tepat pada tanda garis, kurang homogen dalam mengaduk/mengocok larutan, lalu ada sedikit larutan yang tersisa dalam labu takar setelah dipindahkan kedalam erlenmeyer.

Dalam percobaan ketiga, campuran antara Na2CO3 dengan Aquades menghasilkan warna yang bening/ jernih. Diberi indikator methyl orange warnanya berubah menjadi kuning dan setelah dititrasi warnanya berubah lagi menjadi merah muda. Terjadi perubahan warna disebabkan oleh penambahan HCl secara terus menerus dalam waktu titrasi sehingga larutan menggalami suatu keadaan yang mencapai titik equivalen yang bila dalam titik itu diberi penambahan HCl dalam titrasi menyebabkan perubahan PH yang sangat besar. Dalam penghitungan karar Na2CO3 nilai yang diperoleh adalah 20,92 %. Dan nilai kadar Na2CO3 yang seharusnya adalah 15 %. Hal itu disebabkan karena dalam penimbangan borax kurang teliti, nilai borax seharusnya adalah 0,4 tetapi dalam menimbang nilainya melebihi dari 0,4.

Dalam praktikum ini dilakukan standarisasi untuk mengetahui konsentrasi yang sebenarnya dari larutan yang akan di praktekan dalam praktikum ini. Prinsip digunakan dalam standarisasi ini ialah prinsip untuk menentukan jumlah asam maka perlu ditambah asam dalam jumlah yang ekuivalen atau sebaliknya.

2. Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Larutan 0,1 NHCl dibuat dengan mencampurkan solut sebanyak 0,83 ml ke dalam solvent

b. Standarisasi HCl dilakukan dengan prinsip titrasi dan dengan menggunakan indikator methyl orange

c. Dalam standarisasi 0,1 N HCl dengan borax didapatkan warna yang berbeda-beda yaitu warna awal bening, warna proses kuning dan warna akhir merah muda.

d. Kadar Na2CO3 yang dicapai adalah 20,92 %, nilai tersebut tidak memenuhi standar yaitu 15 % karena kurang teliti dalam menimbang borax.

DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P.W. 1994. Kimia Fisika. Edisi Keempat Jilid I. Erlangga. Jakarta.

Anonim. 2005.www.o-fish.com. Diakses tanggal 23 Oktober 2006. pukul 15.00.

Anonim. 2006. www.unej.ac.id/ fakultas/ mipa/ skripsi/ agyptin.pdf. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2006. pukul 12.00.

Clydeday, M. and Joel Selbin. 1987. Kimia Organik Teori. Gajah Mada Uni versity Press. Yogyakarta.

Harjadi. W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta.

Prabowo. 1995. Kimia I. Erlangga. Jakarta.

Ralph H, Petruci and Suminar. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan. Erlangga. Jakarta.

Sumardjo. Kimia Organik. Bina Aksara. Yogyakarta.

V.PENENTUAN MASSA RUMUS ZAT

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Massa atom suatu unsur diartikan bahwa massa atom itu dibandingkan dengan massa atom lain sebagai standar ukuran, massa atom standart yang digunakan itu adalah massa atom pada isotop karbon 12. Untuk satuan yang dipakai adalah satuan massa atom (sma). Massa atom dengan standar isotop karbon 12 itu merupakan massa atom keseluruhan dari atom yang bersangkutan.

Beberapa peneliti seperti seperti Dalton, Gay lussac, dan Cannizaro telah mengembangkan metode untuk menentukan massa atom. Saat ini hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer °°°°°massa. Salah satu cara yang paling sederhana adalah dengan menggunakan prinsip stoikiometri. Jika sejumlah Mg murni dibakar maka akan terjadi perubahan secara kuantitatif (keseluruhan) menjadi MgO. Jika massa atao oksigen telah diketahui yaitu 16, maka masa atom relatif Mg dapat diketahui.

Dimana pada MgO didapatkan jumlah mol Mg = jumlah mol O = mol O = mol Mg

mol Mg =

Ada beberapa senyawa yang bersifat mengikat air membentuk kristal hidrat misalnya CuSO.7HO dan NaSO.10 HO. Hidrat merupakan zat meurni yang stabil pada suhu tertentu dan pada kelembaban atmosfer. Air kristal pad hidrat dapat dihilngkan jika garam ini dipanaskan pada suhu diatas 100°C sehingga berubah menjadi garam anhidrat. Dengan metode pembakaran maka kadar molekul air dalam garam dapat ditentukan secara gravimetrik.

2. Tujuan Praktikum

Menentukan massa rumus hidrat kupri sulfat

3. Waktu danTempat Praktikum

Praktikum acara II ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 2 Oktober 2006 pada pukul 15.00-17.00 WIB, bertempat di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Tinjuan Pustaka

Massa suatu atom diukur dalam satuan massa atom (sma). Satu satuan atom didefinisikan sebagai seperduabelas massa atom karbon. 1 sma = (1/12) Xm 12C atau M12 C = 12,0 sma. Ini merupakan massa atom keseluruhan, termasuk elektronnya (Cromer, 1994).

Pengukuran spektometri massa didasarkan pada pengubahan molekul netral menjadi partikel bermuatan melalui benturan dengan elektron berenergi tinggi. Spektrum massa memberi informasi berat molekul yang berguna untuk mengidentifikasi bangun molekul bersama spektrum IR dan MMR yang pada spectrum massa BM molekul ditentukan pada kelompok puncak paling kanan. Sedang gugus molekul stabil merupakan puncak utama. Kestabilan gugus merupkan dasar pemecahan molekul menjadi gugus yang paling kecil (Hendayana, 1994).

Dalam analisis gravimetri, penentuan jumlah suatu zat didih dalam penimbangan, dalam hal ini penambahan hasil reaksi setelah bahan yang direaksikan, hasil dari reaksi ini dapat sama dengan sisa bahan suatu gas yang terjadi atau suatu endapan, merupakan cara evolusi dari grovimetri. Bahan direaksikan sehingga timbul suatu gas caranya dengan memanaskan bahan tersebut. Pada umumnya yang dicari adalah banyaknya gas yang terjadi. Untuk mencari jumlah zat secara tidak langsung, dalam hal ini alat yang ditimbang setelah bereaksi, berat gas yang diperoleh sebagai selisih alat sebelum dan sesudah reaksi (Keenam et al, 1994).

Sebelum ditemukan spektrofotometer massa, yaitu alat terbaru untuk menentukan berat atom suatu zat hanya dapat dilakukan secara kimia, dari hukum Dulung dan Petit (tahun 1819) didapat suatu hubungan antara berat atom dengan energi panas, khususnya untuk zat padat, mereka menyatakan baha jumlah energi panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu satu mol atom suatu unsur 1oC adalah sama dengan 16,3 joule (Bird, 1987).

Analisis pembakaran menghasilkan rumus empiris tetapi belum tentu sebuah rumus melekul. Spektrometri massa adalah metode yang paling mudah untuk menunjukkan bobot melekul. Spektorfotometer canggih dengan daya pisah tinggi dapat memberikan ketelitian dalam mol penentuan rumus melekul (Pine et al, 1998).

Persenyawaan-persenyawaan ionik pada waktu membentuk kristal ada yang membawa molekul air kedalam struktur kristal itu. Persenyawaan yang struktur kristalnya terdapat molekul air disebut hidrat. Hidrat merupakan senyawa murni yang kondisinya stabil pada suhu tertentu dan kelembaban tertentu (Anonim,2004).

Bobot atom adalah bilangan tak berdimensi yang menyatakan massa campuran isotop suatu unsur yang terjadi secara alami, relatif terhadap bobot atom 12,00000 untuk C-12 sebagai baku. Dalam table bobot atom terdapat sejumlah nilai (misalnya bobot atom Cl=35,453) (Petrucci, 1996)

Rumus menunjukkan jumlah relatif atom unsur-unsur dalam suatu zat jika subkrinya merupakan bilangan bulat terkecil yang menunjukkan jumlah relatif atom-atom itu, maka di sebut rumus empiris. Pada umumnya bobot rumus sama dengan hasil penentuan bilangan yang masing-masing menunjukkan hasil perkalian bobot atom unsur yang terdapat dalam senyawa itu dengan jumlah atom unsur tersebut sebagaimana dibaca dari rumus (Rosemberg, 1992).

Berat atom suatu unsur adalah angka yang menunjukkan berapa kali satuan massa atom (sma) berat 1 atim unsur tersebut. Berat molekul merupakn jumlah berat atom unsur-unsur (Anonim, 2006).

C. Alat , Bahan dan Cara Kerja

1. Alat

e. Krus

f. Penjepit krus

g. Oven

h. Eksikator

i. Neraca listrik

2. Bahan

CuSO4 x H2O

3. Cara Kerja

a. Menimbang krus kosong + tutup

b. Menimbang 2 gr hidrat kupri sulfat dan memasukkannya dalam krus.

c. Memasukkan krus + isi ke dalam oven dalam keadaan tertutup sampai pijar.

d. Mengambil dan memasukkan ke eksikator

D. Hasil dan Analisis Hasil Pengamatan

1. Hasil Pengamatan

Tabel 2.1 Data Pengamatan Kurs Sebelum dan Setelah Pemijaran

a

b

c

d

Perubahan Warna

Awal

Akhir

15,92

15,347

0,568

1,452

Biru

Putih

Sumber : Laporan Sementara

Keterangan :

a. Kurs + isi sebelum pemijaran

b. Kurs + isi setelah pemijaran

c. Berat air (H2O)

d. Berat CuSO4 setelah pengamatan

2. Analisis Hasil Pengamatan

a. Gr CuSO4 = gr hidrat kupri sulfat – berat air

= 2,02 – 0,568

= 1,452 gr

b. Koefisien x pada CuSO4 = CuSO4 x H2O

X mol CuSO4 = 1 mol H2O

X = =

=

=

= 3,47 4

Maka didapatkan massa rumusnya yaitu = CuSO4 x H2O

= CuSO4 4H2O

Sedangkan massa atom relatifnya adalah = Mr CuSO4 + x H2O

= 159,55 + (418)

= 231,55

E. Pembahasan dan Kesimpulan

1. Pembahasan

Dalam percobaan ini dapat dilihat bahwa massa kurs dan isinya sebelum pemijaran tidak sama dengan massa kurs dan isinya setelah pemijaran. Karena setelah pemijaran massanya lebih sedikit dibandingkan dengan massa sebelum pemijaran. Hal ini disebabkan karena selama proses pemijaran airnya mengalami penguapan, sehingga menyebabkan massanya berubah. Massa CuSO4 sebelum pemijaran lebih besar daripada massa sebelum pemijaran.

Zat padat dalam keadaan tertentu akan menyerap air. Air yang dikandung oleh hidrat bisa dihilangkan dengan cara dipanaskan. Hal inilah yang menyebabkan perubahan warna serbuk hidrat kupri sulfat berubah yaitu yang semula berwarna biru berubah warna menjadi putih.

Setelah mengetahui massa kurs + isi setelah pemijaran, kita gunakan untuk menentukan air (H2O) yang menguap. Dalam perhitungan ternyata di dapat berat air sebesar 0,568 gram. Berat air tersebut digunakan untuk mengukur berat CuSO4 dan besarnya adalah 1,452 gram. Sedangkan nilai koefisien (x) pada CuSO4 adalah 3,47. Hal ini disebabkan karena kekurang telitian dalam menimbang massa air dan massa CuSO4 . Nilai x yang ideal adalah 5. Sedangkan massa atom relatif untuk CuSO4 4H2O sebesar 231,55.

Dalam praktikum ini digunakan prinsip stoikiometri karena prinsip ini paling sederhana diantara prinsip yang lain yang dapat menentukan massa rumus suatu zat dan dalam praktikum ini pemanasan mempunyai tujuan yaitu menghilangkan kadar air dalam suatu zat agar kadar air yang menjadi lebih sedikit.

2. Kesimpulan

Dari hasil pengamatan praktikum maka dapat kita ambil kesimpulan yaitu sebagai berikut :

a.Massa kurs sebelum dan sesudah pemijaran berbeda.

b.Dalam proses pemanasan terjadi penguapan air (H2O) yang menyebabkan massa kurs + isi berkurang.

c.Nilai CuSO4 adalah 3,47 karena dalam menimbang massa air kurang teliti.

d.Warna awal/sebelum pemijaran berbeda dengan warna setelah pemijaran yaitu semula biru berubah menjadi putih.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. www.geocities.com. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2006, pukul 14.00.

Anonim. 2006. www.unila.ac.id/ F.mipa kimia/ silabus. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2006, pukul 12.00.

Bird, Tony. 1987. Kimia Fisika Untuk Universitas. Gramedia. Jakarta.

Cromer, A.H. 1994. Fisika Untuk Ilmu Hayati. UGM Press. Yogyakarta.

Hendaya, Sumar. 1994. Kimia Organik Instrumen. IKIP Semarang Press. Semarang.

Keenam, et al. 1994. Kimia Untuk Universitas. Erlangga. Jakarta.

Pine. S.H, Hendrisaan dan Croom. 1988. Kimia Organik I. ITB Press. Bandung.

Petrucci, Ralph. 1996. Kimia Dasar Prinsip-Prinsip Terapan Modern. Erlangga. Jakarta

Rosenberg, Jereme. 1992. Kimia Dasar. Erlangga. Jakarta.